Thursday, March 30, 2017

Ada Aksi 313, Ketum MUI: Mustinya Tak Perlu Demo-demo Lagi

Aksi 313, Ketum MUI: Mustinya Tak Perlu Demo-demo Lagi
Aksi 313, Ketum MUI: Mustinya Tak Perlu Demo-demo Lagi
ENEWS.ID - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin berpendapat, sebenarnya tidak perlu lagi ada aksi unjuk rasa 313 yang akan digelar hari ini, Jumat (31/3).

Menurutnya, tuntutan para pengunjuk rasa, sudah sering dilontarkan. Pemerintah pun sudah menampung aspirasi tersebut. Sementara dua tokoh, Rizieq Shihab dan Amien Rais dipastikan ikut bergabung dalam aksi ini.

"Kalau menurut saya, besok (hari ini red) seharusnya kita tidak perlu lagi demo-demo seperti itu. Sebenarnya sudah cukup didengar keinginan-keinginan itu," ujar Ma'ruf kepada wartawan di Kompleks Istana Presiden kemarin.

Namun, jika penyelenggara tetap bersikukuh melakukan unjuk rasa, Ma'ruf berharap agar aksi tersebut dilakukan dengan tertib dan aman.

Ma'ruf juga berharap aksi unjuk tersebut tetap pada tuntutan awal, tidak melebar ke mana-mana. Misalnya, ke arah melengserkan pemerintahan sah saat ini.

"Saya harap dilakukan dengan santun dan tidak ada isu-isu tidak tertib atau melebar ke mana-mana. Apalagi ada upaya untuk mengganti pemerintahan. Saya rasa itu ngawur," ujar Ma'ruf.

Kemarin, Ma'ruf Amin sempat menyambangi Istana untuk memenuhi undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).Ma'ruf diajak berdiskusi tentang masalah menyelesaikan persoalan kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih menjadi persoalan bangsa.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan, pihaknya tidak melarang warga Muhammadiyah yang ingin mengikuti aksi 313.

Karena sifatnya individual, ia mengatakan, Muhammadiyah melarang warganya menggunakan lambang-lambang persyarikatan ketika mengikuti aksi itu.

"Jika ada warga Muhammadiyah yang ikut pada aksi itu, maka keikutsertaannya lebih bersifat individu. Tidak ada hubungannya dengan organisasi," kata Mu'ti

Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al-Khaththath mengatakan, aksi 313 untuk menuntut pemerintah memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Aksi ini akan dihadiri oleh pemimpin Front Pembela Islam Muhammad Rizieq Shihab alias Habib Rizieq dan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Amien Rais.

"Besok undangannya terbuka kepada siapapun, ulama, habaib, pimpinan ormas. Tokoh nasional Amien Rais dan Habib Rizieq akan hadir," ujar al Khaththath di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan.

Al Khathatth menegaskan, Ahok harus diberhentikan karena menyandang status terdakwa dalam kasus dugaan penodaan agama. Ia menargetkan, massa yang ikut aksi akan mencapai 100.000 orang yang berasal berbagai daerah.

"Saya bertemu Habib Rizieq bersama Parmusi mendiskusikan 313. Mudah-mudahan Habib Rizieq bisa datang. Mudah-mudahan tidak ada yang menghalangi," ujar al Khaththath.

Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sebelumnya mengimbau kepada semua pihak yang mengikuti aksi unjuk rasa pada 31 Maret 2017 atau Aksi 313 bisa berjalan dengan tertib. Aksi unjuk rasa jangan sampai mengganggu masyarakat apalagi sampai menakuti.

"Aksi unjuk rasa apapun namanya harus mengikuti aturan undang-undang yang berlaku. Penanggung jawab aksi harus memberitahukan melalui surat kepada Polri agar aksi unjuk rasa dapat berlangsung sesuai dengan aturan hukum demi menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat," ujar Wiranto.

Tidak tunduk

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi A Temenggung mengatakan, pemerintah tidak akan tunduk terhadap tuntutan massa. Dikatakan, pemerintah melalui Kemendagri telah mengambil sikap dalam berbagai kebijakan.

KPUD, lanjut dia, telah menetapkan masa kampanye Pilkada Jakarta putaran kedua, Ahok lantas mengambik cuti hingga 15 April 2017 mendatang. "Ini negara hukum. Kami bekerja berdasarkan regulasi hukum yang ada," kata Yuswandi.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan sikap pemerintah terhadap pemberhentian Ahok berdasarkan pada tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebab, dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal, yakni 156 KUHP atau 156 a KUHP.

Berdasarkan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun. Oleh karena itu, Kemendagri masih menunggu pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan. (sumber:tribunnews.com/iqbal)

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
$-)
(y)
x-)
(k)

Advertisement