Ultimatum Rusia dan Iran Atas Serangan Terbuka Amerika ke Suriah |
Penegasan itu disampaikan oleh pusat komando gabungan yang terdiri dari pasukan Rusia, Iran dan para milisi yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Apa yang Amerika lakukan dalam agresi terhadap Suriah telah melewati garis merah. Mulai sekarang kami akan merespons dengan keras setiap agresi atau pelanggaran garis merah dari siapapun dan Amerika tahu kemampuan kami untuk merespons dengan baik," demikian statemen yang dirilis kelompok pasukan gabungan tersebut di media Ilam al Harbi (War Media), seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin (10/4/2017).
Pusat komando gabungan tersebut juga menyatakan, keberadaan pasukan AS di wilayah Suriah utara adalah ilegal dan bahwa Washington punya rencana jangka panjang untuk menduduki wilayah tersebut. Di wilayah tersebut, ratusan personel pasukan khusus AS ditempatkan untuk membantu Pasukan Demokratis Suriah (SDF) mengalahkan kelompok radikal ISIS.
Pusat komando gabungan juga menegaskan, serangan rudal AS ke pangkalan udara Suriah tak akan mencegah pasukan mereka membebaskan semua wilayah Suriah dari para teroris.
Sebelumnya pada Jumat (7/4) dini hari waktu Suriah, militer AS menembakkan 59 rudal Tomahawk dari dua kapal perang AS, USS Porter dan USS Ross, yang siaga di Laut Mediterania bagian timur. Rudal-rudal itu ditembakkan secara terarah pada pesawat tempur, landasan udara dan pusat pengisian bahan bakar di pangkalan udara Shayrat, dekat kota Homs. Ini merupakan pertama kalinya AS melancarkan aksi militer langsung terhadap pasukan Presiden Assad sejak konflik pecah di negeri itu pada tahun 2011.
Menurut media nasional Suriah, SANA, serangan rudal AS menewaskan 9 warga sipil, terdapat sedikitnya empat anak-anak. Namun menurut organisasi pemantau konflik Suriah, Syrian Observatory for Human Rights, empat tentara Suriah termasuk seorang perwira senior tewas dalam serangan AS itu. Perwira senior yang tewas dilaporkan berpangkat jenderal, namun identitasnya belum diketahui pasti.
Serangan rudal AS tersebut diperintahkan oleh Presiden Donald Trump menyusul gas beracun di kota Khan Shaykhun, provinsi Idlib, Suriah pada Selasa (4/4) yang menewaskan setidaknya 86 orang, termasuk puluhan anak-anak. Pemerintah AS dan negara-negara Barat lainnya menuduh rezim Presiden Assad sebagai dalang serangan kimia tersebut. Namun Suriah dan sekutu utamanya, Rusia membantah keras tuduhan tersebut. (sumber: detik.com - editor: iqbal)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon