Mahakarya Syekh Mahfuz At-Termasy, Sanad dan Rujukan Ulama Besar |
Syaikh Mahfuzh terkenal sebagai pakar bidang hadits, fikih, dan ilmu qira’ah. Pada ketiga bidang itulah Syaikh Mahfuzh mengajar. Namun, di Timur Tengah ia terkenal sebagai ahli qiro. Biografi Syaikh Mafuzh dalam Sumber-Sumber Arab, salah satunya terdapat dalam Kitab Hidayah al-Qori ila Tajwid Kalam al-Bari.
Kajian Turats Ulama Nusantara tentang Mahakarya Syekh Mahfuz At-Termazi membantu menelusuri karya-karya besarnya. Membaca perkembangan intelektual yang disalurkan dari gurunya, Syekh Nawawi Al Bantani. Dan menjawab bagaimana pengaruhnya terhadap karya-karya ulama penerusnya. Kajian ini diselenggarakan oleh Islam Nusantara Center, Sabtu (25/02) bersama Ginanjar A Sya’ban.
Sanad keilmuan yang dimaksud telah terhimpun dalam tsabat yang berjudul “Kifayah al-Mustafid lima ‘Ala min al-Asanid”. “Kitab ini berharga sekali karena mengurai guru-guru syekh Mahfuz”, tambah Ginanjar.
Dalam tradisi keilmuan pesantren, jika seorang santri mengaji kitab tertentu, ia harus tahu sanad kitab tersebut sampai pada pengarang pertama. Kemudian mendapatkan Ijazah dengan keterangan lengkap mulai mengaji kapan, dengan kiai siapa, dimana sampai katam kapan dll, semua jelas. “Yang memiliki tradisi sanad seperti ini tidak lain ya orang pesantren”, tandas Ginanjar Sya’ban.
Dalam kajian Turats Ulama Nusantara, Ginanjar menyoroti dua karya Syekh Mahfuz, antara lain Hasyiah al-Tarmasi ‘ala Syarah Ibn Hajar al-Haitami ‘ala Matn Muqaddimah Bafadhal. Fikih Syafi’i. Terdiri dari 4 jilid dan 7 jilid. “Kitab berat“ (Hasyiah) fikih Syafi’i terbesar di abad ke-20 M.
“Kitab-kitab yang dikarang oleh Syekh Mahfuz kebanyakan adalah kitab-kitab kelas berat” tandas Ginanjar. Kitab syekh Mahruz lainnya adalah Kitab Syarh Manhaj Dzaw al-Nazhar ‘ala Manzhumah ‘Ilm al-Atsar atay Alfiyyah al-Sayuthi.
Kitab tentang Ilmu Hadits yang terdiri dari 1 jilid besar. Merupakan salah satu rujukan otoritatif dalam kajian ilmu hadits abad ke-20 M.
Dari kitab tersebut, menurut ahli Turat dari STAINU ini, Syekh mahfuz mengikuti jejak gurunya. Ia mengatakan “Syekh Mahfuz tampak sekali meneruskan apa yang telah diletakkan dan dibangun oleh gurunya, Syekh Nawawi Banten. Syekh Nawawi kebanyakan menulis syarah atas matan-matan bagi santri pemula, sedangkan Syekh Mahruz menulis matan bagi santri lanjutan”.
Dalam sejarah kepengarangan kitab, menurut Ginanjar, Syekh mahfuz berada dalam puncak pengarang kitab primernya. “Sekaligus, ini memberikan kita peta, sejarah kitab-kitab yang dikarang ulama-ulama Nusantara sepanjang abad. Ini menarik, karena Syekh Mahfuz ini berada di puncaknya.” Ujarnya.
Abad ke 17 sampai awal abad ke 19, kitab karya ulama-ulama Nusantara ditulis dalam bahasa melayu, dimana kebanyakan dari kitab berbahasa Arab kemudian dimelayukan.
Dimulai dari Syekh Nawawi Banten kitab-kitab mulai ditulis dalam bahasa Arab, dan puncaknya pada Syekh Mahfuz ini. “Dan Syekh Mahfuz mengarang dalam bahasa Arab, dan tidak main-main, ia langsung mengarang kita hasyiah, kitab jenis ini tingkatannya di atas syarah”, jelas Ginanjar.
Dua kitab diatas, Kitab Hasyiah al-Tarmasi menjadi rujukan NU dalam forum-forum batsul masail. Sedangkan Kitab Syarh Manhaj Dzaw al-Nazhar diajarkan pada santri-santri di Pesantren.
Santri Harus Melanjutkan Sanad Keilmuan Ulama Nusantara
Karya-karya lain Syekh Mahfuz antara lain, Kitab al-Siqayah al-Mardhiyyah fi Asami al-Kutub al-Fiqhiyyah li Ashabina al-Syafi’iyyah. Bibliografi fikih Syafi’i, terdiri dari 1 jilid sedang. Berisi pohon silsilah kitab-kitab para pendahulu.Bidang Ushul Fikih yang berjudul Hasyiah Nailum Ma’mul ‘ala Syarah Ghayah al-Wushul ‘ala Matn Lubb al-Ushul. terdiri dari 2 jilid besar.
Dan yang menarik adalah kitab ini yang menginspirasi dan menjadi rujukan utama KH. Sahal Mahfuzh ketika ia menulis kitabnya berjudul “Thariqah al-Hushul”.
“Dalam Mukaddimahnya, kiai Sahal mengatakan saya banyak merujuk pada kitab Nailum Ma’mul yang masih berupa tulisan tangan. Kiai Sahal mendapatkan Kopian Manuskrip Nail al-Ma’mul Karya Syaik Mahfuz, diberikan oleh Syaikh Yasin Padang kepada KH Sahal Mahfuzh.
Dalam bidang tafsir kitab Fath al-Khabir Syarah Alfiyyah Ilmu Tafsir (Syarh Fath al-Khabir ‘ala Manzhumah Alfiyyah Ilm al-Tafsir atas Miftah al-Tafsir), terdiri dari 1 jilid besar, kitab ini baru ditahqiq oleh tim Kemenag (2009) tapi persebarannya masih terbatas.
Dari tahqiq yang dilakukan Kemenag, Ginanjar optimis dalam mengembangkan khazanah keilmuan Nusantara. “yang kita inginkan tahqikan-tahqikan seperti ini, justru kita bisa mewarnai kembali belantika keilmuan di Timur Tengah”, harapnya.
Ginanjar berharap, salah satu projek dari Islam Nusantara Center nanti mentahqiq dan mempublikasi ulang karya-karya besar ulama Nusantara, bukan saja disebarkan di Indonesia tapi juga di Timur tengah. “Dulu ulama-ulama kita mewarnai keilmuan di Timur Tengah, saat ini kita sebagai santrinya harus meneruskan jihad intelektual itu”, Ujarnya.
Kepada Kemenag, Ginanjar sebagai akademisi yang membidangi tutats ini mengusulkan agar para Mahasantri di Ma’had Ali itu dibekali Ilmu tahqiq. Ilmu filologi Pesantren untuk mengembangkan karya-karya ulama Nusantara. “Kenapa para santri? Karena santri yang tahu jalur sanad guru-gurunya” pungkas Ginanjar. (DMR/Pamungkas)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon