Wednesday, January 4, 2017

Konspirasi untuk Jegal Ahok Perlahan Terbongkar, Ini Penjelasannya

Ahok 
ENEWS.ID - Tim sukses calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat yakin menang Pilgub 1 putaran. Hal itu dikatakan oleh Sekretaris Tim sukses Ahok-Djarot, Ace Hasan Syadzily. 

Bukan tanpa alasan mereka yakin Ahok-Djarot menang satu putaran dalam kontestasi Pilgub DKI. Persidangan kasus Ahok yang sedang berjalan, kata Ace, menunjukan banyak hal-hal janggal. Hal tersebut membuat timses yakin bahwa Ahok tidak bersalah dan kasus Ahok ada unsur politik di dalamnya.

"Saya selalu sampaikan, bahwa perlahan-lahan konspirasi terkait kasus Ahok, semakin hari semakin terbongkar," kata Ace Hasan Syadzily saat ditemui di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/1/2017) dilansir Detik.com.

Menurut Ace, kejanggalan dalam tuduhan penistaan agama ini kian menunjukkan bahwa memang ada niat untuk menjatuhkan dan menjegal Ahok menjadi Gubernur DKI.

"Indikasinya kemarin dari empat saksi semua, siapa yang bantah bahwa ada seorang saksi yang mendukung salah satu calon. Kedua, dalam sidang terungkap bahwa saksi semua terkait salah satu ormas Islam. Yang menghadang Ahok-Djarot semua ada indikasi ke ormas Islam itu. Apakah yang mereka lakukan bukan tindakan politik," papar Ace.

"Jadi saya lihatnya simpel, kasus ini alat politik menjatuhkan Ahok," imbuhnya.

Ada sedikit kekecewaan dari Timses Ahok-Djarot karena masyarakat sudah terlanjur terprovokasi kabar yang menyebut Ahok melakukan penistaan agama. Padahal hal tersebut belum ada putusan pengadilan dan baru dugaan.

"Ahok dijatuhkan bukan karena program tapi dijatuhkan karena tuduhan hukum yang belum tentu secara hukum salah," ujar Ace.

"Kasus hukum Ahok sudah campur aduk dengan politik," tutupnya.

Rangkuman Sidang Ke-4 Ahok: 

  • Gubernur non aktif Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dituduh melakukan penistaan agama terkait ucapannya tentang surat Al-Maidah 51 atas pidatonya di Kepulauan Seribu September 2015.
  • Kasus ini mendatangkan protes besar pada 4 November dan 2 Desember lalu oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, mendesak penangkapan Ahok.
  • Pada sidang sebelumnya, majelis hakim menolak keberatan Ahok dan tim kuasa hukum.
  • Massa yang menuntut Ahok dipenjara tampak lebih banyak dari pada massa pendukung Ahok. Sekitar Dua hingga tiga ribu massa datang dari berbagai daerah seperti Ciamis, Tasik, Cirebon, Bandung, lapor Mehulika. 
  • Andi Hasbi, Sekretaris Forum Umat Islam mengatakan mereka membawa 33 ormas ke persidangan kali ini. Dari subuh, katanya, mereka sudah berkumpul di Mesjid Al-Fallah di Ragunan setelah sholat subuh berjamaah dan selanjutnya berjalan kaki ke Kementerian Pertanian.
  • Massa yang menuntut Ahok dipenjara tampak memadati area di luar sidang, kerap meneriakkan takbir dan menyanyikan yel-yel 'Tangkap Ahok'. 
  • Wakapolda Metro Jaya Suntana mengatakan, "personil yang kita turunkan sangat cukup untuk mengantisipasi keamanan. Penyekatan sterilisasi antara kedua kelompok kita buat, apabila ada satu dia yang masuk (ke kelompok lain) kita minta kembali." 
  • Bagi Anda yang ingin berpergian ke daerah Ragunan atau melintas di wilayah ini, dia menyarankan untuk mengambil rute lain karena Jalan RM Harsono ditutup.
  • Kapolres Jakarta Selatan, Kombespol Iwan Kurniawan menghimbau massa dari kedua kubu mundur ke area yang sudah ditentukan dan tidak menggunakan kata-kata yang memprovokasi, lapor Mehulika Sitepu. Sidang tengah berlangsung dan massa ramai memadati kawasan Kementerian Pertanian di Ragunan.
  • Sejumlah laporan menyebut enam saksi yang dihadirkan hari ini adalah Habib Novel Chaidir Hasan, Gus Joy Setiawan, Muh Burhanuddin, Muchsin alias Habib Muchsin, Syamsu Hilal, dan Nandi Naksabandi.
  • Walau menjalani proses persidangan, Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, tetap bisa mengikuti pemilihan kepala daerah. 
  • Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta, Sumarno, mengatakan pencalonan seseorang dalam pilkada bisa dibatalkan apabila sudah ada putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap alias inkracht. Hal itu merujuk pada Peraturan KPU Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencalonan dalam Pilkada.
  • Ditanyakan, jika sudah ada putusan pengadilan negeri (PN), apakah itu bisa disebut sudah inkracht, Sumarno mengatakan: "Kalau yang bersangkutan tidak banding, maka putusan PN itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap."
  • Sebaliknya, apabila yang bersangkutan mengajukan upaya banding atas putusan PN tersebut, maka yang bersangkutan belum bisa dikenai sanksi pembatalan.

Editor: Max Wen
Sumber: Detik/BBC
Photo: BBC

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement