Ahok -Djarot mendulang suara di Kepulauan Seribu, padahal di sanalah kasus penodaan agama bermula. (ANTARA FOTO Hafidz Mubarak A) |
Seperti diketahui, kini Ahok menjadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama setelah dirinya mengutip surat Al Maidah ayat 51.
Ucapan “jangan mau dibohongi pakai Surat Almaidah” yang ia lontarkan di depan para nelayan Kepulauan Seribu menjadi viral. Berawal dari kasus itu pula, Ahok kemudian didemo oleh ratusan ribu umat muslim di Jakarta. Mereka mengelar aksi Bela Islam 411, 212, 112 dan lainnya.
Kasus yang menyandung calon gubernur petahana itu ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada perolehan suara yang didapatkannya di Kepulauan Seribu.
Melihat hasil hitung entry data Model C1 (Form C1) yang dilakukan oleh KPU dari 39 TPS yang ada di sana, Ahok dan pasangannya justru berhasil menempati tempat pertama dengan memperoleh kemenangan sebanyak 5.532 suara (38,8%). Menyusul ditempat kedua pasangan Anies-Sandiaga yang berhasil mengumpulkan 4.851 suara (34,0%). Sementara untuk pasangan Agus-Sylviana Murni harus puas dengan hanya memperoleh 3,891 suara (27,35%) saja.
Tingkat pasrtisipasi warga di Kepulauan Seribu untuk menggunakan hak pilihnya dalam pilkada kemarin mencapai 81.4 persen. Menurut pendataan KPU, ada sebanyak 14.417 dari 17.709 warga yang menggunakan hak pilihnya. Suara sah yang masuk berjumlah 14.274, sedangkan untuk 143 suara lainnya terhitung tidak sah.
Pengamat politik dan sosial dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito mengatajan, suara yang dimenangkan oleh Ahok-Djarot di Kepulaun Seribu menjadi penanda bahwa masyarakat di sana memiliki rasionalitas politik yang tinggi.
Menurutnya, pemilih rasional menilai jabatan publik (gubernur) berdasarkan apa yang telah dilakukan, apa yang telah dihasilkan, dan tingkat kepuasan yang diterima oleh masyarakat.
Pemilih akan mencoba memilah antara kasus dugaan penistaan agama yang disangkakan kepada Ahok dengan kinerjanya selama ini sebagai gubernur. Kinerja itu kemudian yang bisa diyakinkan Ahok pada pemilih.
"Menurut saya keberhasilan dan kemampuan menyakinkan itu menjadi faktor yang menjelaskan mengapa Ahok menang di Kepulauan Seribu," kata Arie, Kamis (16/2).
Arie melihat kemenangan Ahok-Djarot di Kepuluan Seribu ironis. Sebab, kasus yang terjadi di Kepulauan Seribu justru dipermasalahkan oleh sebagian besar orang yang bukan berasal dari sana. Arie menambahkan, hal ini harus menjadi bahan refleksi untuk semua masyarakat di Indonesia.
Arie memperkirakan jika Ahok tidak tersandung kasus dugaan penistaan agama, ia bisa memperoleh suara yang lebih banyak dari sekarang. Dampak dari masalah itu jelas mempengaruhi perolehan suara pasangan calon nomor dua tersebut.
Meruncingnya kasus ini, Menurut Arie, menyebabkan sebagian suara Ahok-Djarot mengalir untuk pasangan Anies-Sandi.
"Kalau saya bisa berhipotesis mungkin kalau Ahok tidak kena kasus itu perolehannya sebenarnya bisa lebih dari sekarang," ucap Arie.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia, Hamdi Muluk. Menurut Hamdi jika sejak awal kasus dugaan penistaan agama Ahok tidak "digoreng", tidak menutup kemungkinan Ahok-Djarot akan menang dalam satu putaran.
Terkait dengan perolehan suara yang berhasil dimenangkan oleh Ahok-Djarot di Kepulauan Seribu, Hamdi menyimpulkan bahwa masyarakat yang hadir dan menyaksikan langsung pidato Ahok secara utuh menganggap bahwa Ahok tidak menistakan agama.
Sedangkan rata-rata orang yang percaya Ahok menistakan agama, kata Hamdi, hanya menonton potongan video yang tersebar di media sosial.
"Waktu lurah dan penduduk pulau seribu dijadikan saksi di pengadilan, mereka juga bilang Ahok tidak menistakan agama," kata Hamdi.
Hamdi juga menduga, kinerja pasangan petahana ini yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat Kepulauan Seribu tinggi. Salah satunya adalah program budidaya ikan kerapu di sana. Karena itu wajar jika Ahok-Djarot menang di sana. (cnnindonesia/surya)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon