Saturday, November 12, 2016

Lembaga Fatwa Mesir Bolehkan Umat Islam Memilih Pemimpin Non Muslim dan Tidak Bertentangan dengan Syariat Islam

ENEWS.ID - Juru bicara tim sukses Ahok- Djarot, Guntur Romli menyebut fatwa terbaru dari surah Al Maidah ayat 51 tidak mempermasalahkan sebuah negara modern dipimpin seorang nonmuslim maupun wanita. Sehingga kasus dugaan penistaan agama dilakukan Basuki T Purnama alias Ahok, bukan suatu pelanggaran.

Menurut Guntur, keterangan itu dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta' al-Mishriyyah) pada 12 Oktober 2016 lalu. Dalam fatwa itu disebut bahwa pemimpin negara seorang nonmuslim atau perempuan tidak lagi melanggar syariah islam. Sebab, kata dia, mereka mengikuti tiap aturan di negaranya masing-masing.

"Pemilihan orang ini dari kalangan muslim maupun nonmuslim, laki-laki maupun perempuan, tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariah Islam, karena penguasa atau pimpinan ini telah menjadi bagian dari badan hukum dan bukan manusia pribadi," kata Guntur mengutip fatwa Al Maidah dikeluarkan Lembaga Fatwa Mesir, saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (12/11).

Dalam fatwa itu, lanjut Guntur, menyebutkan bahwa pimpinan sebuah negara merupakan pegawai pemerintah dan diatur undang-undang. "Maka itu, pemegang jabatan dalam situasi seperti ini lebih mirip dengan pegawai yang dibatasi oleh kompetensi dan kewenangan tertentu yang diatur dalam sistem tersebut," ungkapnya.

Selain itu, Guntur menegaskan adanya fatwa baru ini bakal dibawa pihaknya sebagai pembelaan terhadap kasus Ahok diduga nista agama. Sebab, fatwa ini berlaku internasional terutama negara modern.

"Bukti-bukti yang kami anggap menguatkan pembelaan Pak Ahok, kami akan lampirkan," terangnya.

Selengkapnya ini pernyataan Guntur yang beredar di WA:

Terkait Al Maidah 51, Lembaga Fatwa Mesir Bolehkan Pemimpin Non Muslim dan Perempuan 

Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta' al-Mishriyyah) mengeluarkan fatwa pada 12 Oktober 2016 tentang bolehnya pemimpin non muslim dan perempuan. 

Jawaban (fatwa) itu merupakan respon atas permintaan fatwa (istifta') yang diajukan oleh pemohon.

Isi pertanyaan: “Apa hukum pencalonan non Muslim untuk jabatan gubernur di daerah yang mayoritasnya berpenduduk Muslim tetapi negara memiliki sistem demokratis yang membolehkan semua warganegara, Muslim ataupun non Muslim, untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum secara langsung? Apa pendapat fiqih terhadap status gubernur maupun anggota parlemen seperti dalam khazanah fiqih Islam?”

Dalam surat jawaban bernomor 983348 atas istifta (permohonan fatwa) tersebut, Lembaga Fatwa Mesir berfatwa: 

“Konsep penguasa/pemegang wewenang (al-hakim) dalam negara modern telah berubah. Dia sudah menjadi bagian dari lembaga dan pranata (seperti undang-undang dasar, peraturan perundang-undangan, eksekutif, legislatif, yudikatif) yang ada, sehingga orang yang duduk di pucuk pimpinan lembaga dan institusi seperti raja, presiden, kaisar atau sejenisnya tidak lagi dapat melanggar seluruh aturan dan undang-undang yang ada. Maka itu, pemegang jabatan dalam situasi seperti ini lebih mirip dengan pegawai yang dibatasi oleh kompetensi dan kewenangan tertentu yang diatur dalam sistem tersebut. Pemilihan orang ini dari kalangan Muslim maupun non Muslim, laki-laki maupun perempuan, tidak bertentangan dengan hukum-hukum syariah Islam, karena penguasa/pimpinan ini telah menjadi bagian dari badan hukum (syakhsh i’itibari/rechtspersoon) dan bukan manusia pribadi (syakhsh thabi’i/natuurlijke persoon).” Wallahu A'lam

Dar al-ifta Mesir membolehkan umat Islam memilih pemimpin non muslim
Dar al-ifta Mesir membolehkan umat Islam memilih pemimpin non muslim


http://dar-alifta.org.eg/f.aspx?ID=983348

(Merdeka.com/Kay)



This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement