Tuesday, February 28, 2017

Peradaban Islam Nusantara, Antitesis dari Pemikiran Barat dan Wahabi

Peradaban Islam Nusantara, Antitesis dari Pemikiran Barat dan Wahabi
Peradaban Islam Nusantara, Antitesis dari Pemikiran Barat dan Wahabi
ENEWS.ID - Ada titik temu antara Barat dan Wahabi dalam melihat Islam di Nusantara yang tradisional serta sangat kental dengan budaya lokal. Kedua pemikiran tersebut sama-sama mengkritik bahwa Islam di Nusantara belum sepenuhnya Islam.

Kiai Mun'im mengatakan "Islam Nusantara sebagai antitesis Barat, yang mengatakan bahwa Islam Nusantara Dekaden tercampur peradaban lokal, harus dimodernisasi. Hal itu sejalan dengan kelompok Islam Modernis, seperti Wahabi dll, Islam Nusantaraa penuh dengan kemusyrikan, harus dimurnikan. di sini Barat dan Wahabi bertemu".

Disampaikan dalam diskusi Islam & Kebangsaan dengan tema "Peradaban Islam Nusantara" di Islam Nusantara Center, Gedung Wisma Usaha UIN Syarf Hidayatullah Jakarta (Rabu, 1/03). Hadir juga penulis buku "Masterpiece Islam Nusantara", Gus Z. Milal Bizawie.

Dalam presentasinya, Kiai Mun'im mengatakan bahwa Islam Nusantara merupakan Islam sempurna, karena tela teruji berdialog dengan peradaban besar dunia. "Kenapa kita mengkaji Islam Nusantara, karena merupakan sebuah kebudayaan yang unggul", katanya.

Islam di Nusantara mampu berdialog dengan budaya dan peradaban dunia. Diantaranya Persia, india, China, Arab, sehingga membentuk peradaban Islam Nusantara yang kuat.

"Di situ kita berpandangan sebaliknya, bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang paling sempurna. Karena Islam di Nusantara itu sangat matang, sangat berpengalaman. Ia bertemu dengan peradab maghribi dari Maroko, kebudayaan Mesir, kebudayaan Saudi, Persia, ke timur lagi dengan kebudayaan India, konfusianisme china, sampai ke Indonesia" jelas kiai Mun'im.

Jadi Islam Indonesia sekarang merupakan Islam yang mempunyai peradaban tinggi. Paduan antara Mesir, Arab, Persia, India China. "inilah antitesis melawan tesisnya Barat dan Wahabi. Dan kita percaya betul bahwa peradaban Nusantara adalah peradaban tinggi dan maju". tegas penulis buku Fragmen Sejarah NU ini.

Selanjutnya, Gus Z. Milal Bizawie sebagai sejarawan, mengamini apa yang dijelaskan kiai Mun'im. Bahwa ini adalah tugas peradaban, dimana santri harus melanjutkan perjuangan para pendahulu. Salah satunya dengan melakukan pembacaan ulang terhadap karya ulama Nusantara dan mengkritisi karya-karya orientalis.

"Kita harus mengcroscek, referensi balik, kembali menggali data dari lokal dan menandingi karya-karya mereka" ujar Gus Milal.(DamarSam/Noor)

This post have 0 comments


EmoticonEmoticon

Next article Next Post
Previous article Previous Post

Advertisement