ENEWS.ID - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meminta lima fraksi DPRD DKI Jakarta yang melakukan boikot rapat dengan eksekutif untuk berpikir panjang. Djarot mengatakan jangan sampai kepentingan Pilkada DKI Jakarta 2017 membuat warga ibu kota menjadi korban.
Djarot menuturkan, sampai saat ini memang belum ada rapat dengan legislatif untuk membahas rancangan aturan pemerintah daerah (Raperda). Sehingga, dia meminta ke depannya pihak DPRD DKI Jakarta tetap melakukan komunikasi terutama dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
"Jangan semua dikaitkan dengan Pilkada tapi kepentingan itu jauh lebih besar yaitu bagaimana tentang fungsi DPRD sebagai wakil-wakil rakyat untuk memperjuangkan persoalan yang dihadapi masyarakat jadi untuk bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu fungsi DPRD. Jadi jangan hanya karena Pilkada semua cara lakukan," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/2).
Mantan Wali Kota Blitar ini mengimbau rapat-rapat itu tetaplah dengan SKPD, tentunya fraksi yang lain bersedia ikut rapat. Karena saat ini prioritas pembahasan beberapa Raperda yang telah diajukan eksekutif.
"Beberapa sudah kita ajukan, tapi belum dibahas. Tapi nanti kita akan komunikasi sama Ketua DPRD Pak Pras (Presetio Edi Marsudi) untuk undang rapat. Gak apa-apakan undang rapat? Perkara datang gak datang di dalam rapat komisi itu kita serahkan kepada mereka," tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengungkapkan alasan mengapa beberapa fraksi memutuskan untuk melakukan boikot rapat dengan pihak eksekutif. Setidaknya ada tiga alasan mengapa PKS, PPP, PKB, Gerindra dan Demokrat mengambil keputusan hingga status Basuki Tjahaja Purnama kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta jelas.
Triwisaksana atau akrab disapa Sani ini mengungkapkan, alasan pertama karena para pakar hukum, seperti Mahfud MD mengaktifkan Basuki kembali menjadi pemimpin Pemprov DKI Jakarta melanggar hukum. Sehingga bila tetap diteruskan dan mengambil kebijakan maka dapat dianggap cacat hukum.
"Kedua karena hak angket di DPR menimbulkan satu dispute, perselisihan pendapat apakah statusnya udah boleh aktif atau masih harus nonaktif, karena UU Pemda mengenai status terdakwa," jelasnya di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (17/2).
Sedangkan alasan ketiga, politisi PKS ini mengungkapkan, Kementerian Dalam Negeri saat ini tengah melakukan konsultasi dengan Mahkamah Agung. Sehingga mereka memutuskan untuk menunggu penafsiran dari aturan tersebut sebelum akhirnya kembali memutuskan akan menghentikan boikot atau tidak.
"Makanya untuk sementara waktu status hukum dari gubernur itu aktif atau nonaktif maka DPRD akan menunda pembahasan atau rapat kerja dengan pihak eksekutif," jelasnya.
Sani mengaku, mereka masih menunggu surat dari Kemendagri mengenai pengaktifan kembali Basuki atau akrab disapa Ahok itu menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sebab sampai saat ini baru surat pemberhentian Sumarsono sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta.
"Jadi yang kt minta dari mendagri ada surat tertulis terkait dengan status ahok sebagai gubernur, supaya jangan ada perselihan dan sesuatu yang cacat hukum di kemudian hari. Lama boikot tergantung surat dari Mendagri," tutupnya. (detik/surya)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon