![]() |
Ahok dan FPI |
Salah satu sikap bijak dalam menaggapi masalah ini adalah apa yang dilakukan oleh NU selaku ormas Islam terbesar di jagad pertiwi ini. Surat edaran yang dikeluarkan oleh PBNU beberapa hari sebelum aksi 411 dimulai, memberikan angin segar yang setidaknya meminimalisir amarah sebagian umat Islam gara-gara statement multitafsir Ahok. Dalam hal ini, PBNU menghimbau kepada seluruh warga Nahdliyyin untuk tidak turun aksi dan menyerahkan tetek bengek peristiwa ini kepada jajaran yang berwajib. PBNU juga mendorong agar Ahok diproses bagaimana layaknya. Tak heran, Presiden pun memberikan ucapan terima kasih kepada jajaran ulama di PBNU yang sudah memberikan perdamaian yang begitu besar bagi Indonesia.
Walau demikian, tetap saja PBNU yang memposisikan diri sebagai ormas yang tidak ambil bagian dalam 411 dan dinamika hukum yang diselenggarakan oleh pihak berwajib, menjadi sorotan oleh ormas-ormas yang mendukung aksi besar-besaran itu. Menurut awam mereka, PBNU yang merupakan Nahdliyyin, komunitas muslim terbesar di Indonesia tidak mengintruksikan warganya untuk turun membela Al-Quran yang beritanya sudah dinistakan oleh Ahok. Sikap diam PBNU ini setidaknya dianggap oleh sebagian simpatisan 411 sebagai sebuah sikap kerelaan jika al-Quran dinistakan oleh orang-orang yang tidak seagama dengan mereka.
Dalam artikel sederhana ini, penulis ingin menunjukkan bahwa sikap PBNU yang diwujudkan dalam surat edaran kemarin, merupakan langkah yang benar-benar bijak, menunjukkan kedalaman ilmu ulama-ulama panutan jutaan muslim yang ada di Indonesia. Dalam tulisan ini pula, penulis ingin menunjukkan bahwa orang-orang yang mencoba menyudutkan NU karna tidak turut dalam aksi 411 kemarin, merupakan orang-orang yang memiliki pemahaman yang rigid serta literal-sentris dalam memahami al-Quran, tak heran jika mereka hanya akan simpatik kepada ormas yang mereka anggap sama produk tafsirnya.
Landasan sikap PBNU
Terlepas dari pro-kontra terkait apakah Ahok melakukan blashpemy terhadap al-Quran atau tidak. Yang jelas demonstrasi besar-besaran 411 telah semakin menguatkan opini bahwa sang gubernur petahana divoting oleh ribuan umat muslim yang turun ke jalan pada tanggal itu, bahwa ia bersalah. Akhirnya, dengan langkah taktis badan brwajib pun segera memproses Ahok sebagaimana mestinya. Dengan dijadikannya sebagai tersangka, opini awam di bawah pun semakin menjadi, bahwa sang Gubernur memang bersalah.
Dalam tulisan ini kita mencoba mengikuti opini kuat yang beredar di kalangan gress root yang tidak begitu ambil pusing dengan masalah statement Ahok di Pulau Seribu. Bahwa mereka banyak termakan isu bahwa Ahok memang menistakan al-Quran tanpa tahu masalah-masalah enjlimet lainnya. Dari sini kita akan menjadikan Ahok sebagai orang yang telah menistakan al-Quran. Lantas, apakah yang diperintahkan oleh al-Quran jika ada orang yang menistakan apa saja yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan apakah sikap PBNU hari ini yang memilih silent, tidak memiliki landasan yang kuat dan terkesan tidak membela Islam versi mereka ?
Berikut adalah salah satu ayat yang menjelaskan sikap yang harus dikedepankan oleh muslim jika ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad dinistakan oleh orang lain. Termaktub dalam Qs, al-An’am ayat 68-70.
68. Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
69. Dan tidak ada pertanggungjawaban sedikitpun atas orang-orang yang bertakwa terhadap dosa mereka; akan tetapi (kewajiban mereka ialah) mengingatkan agar mereka bertakwa
70. Dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at[487] selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.
Ayat di atas diuraikan dengan panjang lebar oleh banyak ulama, salah satunya adalah al-Allamah Syeikh Wahbah Zukhoili dalam tafsirnya Al-Munir. Beliau menjelaskan sebagai berikut. Bahwa serangkaian ayat di atas menjelaskan prihal larangan duduk bersama orang-orang yang memperolok al-Quran, duduk dalam artian hendaknya meninggalkan urusan mereka.
Adapun yang dimaksud dengan kata yakhudhuna pada ayat di atas, berbicara istirsal atau ceplas-ceplos. Dalam ayat ini adalah mereka yang berbicara mengenai al-Quran sembari memperoloknya. Al-Quran memerintah agar umat muslim untuk berpaling dari mereka (a’ridh ‘anhum) meniggalkan serta tidak duduk dengan mereka. apabila mereka telah mengetahui perintah ini (berpaling dari pengolok) tetapi dia dibuat lupa oleh setan, maka hendaklah dia memberikan peringatan dan mau’idzoh agar dia menjadi orang yang bertaqwa (Tafsir al-Munir. Wahbah Azzukhoili).
Pada ayat selanjutnya (Qs : 6 ayat 69) Allah menjelaskan bahwa tidak ada pertanggungjawaban dosa bagi orang yang bertaqwa kepada Allah, terhadap pekerjaan mereka yang memperolok al-Quran ini. Tanggungjawab mereka yang bertaqwa hanya lah memberi peringatan agar orang yang memperolok tadi bisa jadi orang yang bertaqwa, (Tafsir al-Munir. Wahbah Azzukhoili)
Ayat 70 juga demikian jelas dalam rangka menanggapi orang yang memperolok ayat-ayat Allah. Pada ayat ini Allah seolah ingin menegaskan kepada manusia bahwa jangan lah memperdulikan mereka yang menghina al-Quran. Dalam tafsir pada ayat ini, Syekh Wahbah Azzukhoili menafsirkan kata dzar yang berarti biarkan lah dengan kata utruk yang artinya tinggalkan lah. Bahkan dalam ayat ini al-Quran memerintahkan umat muslim agar memberikan peringatan kepada mereka agar mereka tidak terjerumus ke dalam api neraka.
Bagaimana dengan kasus Ahok dan al-Maidah 51 ?
Apakah kasus Ahok dan al-Maidah 51 yang viral sekitar beberapa minggu yang lalu merupakan penistaan sang Gubernur terhadap al-Quran secara keseluruhan ? kita akan kesulitan menentukan pilihan dalam dua kutub ekstrem ini. Hal ini dikarenakan kondisi Ahok sebagai Cagub DKI mendatang, bahwa ia secara politik tidak akan melukai hati calon pemilihnya yang mayoritas muslim yang ada di sana. Kemudian, sering kali kita temukan statement-statement yang dalam beberapa hal memiliki muatan makna yang sama, namun tidak sampai menodong sang empunya ke ranah hukum. Walau demikian rumit memecahkan rangkaian kasus al-Maidah 51 ini, tetapi opini publik yang dibangun begitu masif beberapa minggu ini, sukses memenangkan pasar bahwa Ahok memang tersangka.
Kondisi rumit demikian lah kira-kira yang dilihat oleh NU secara keseluruhan dan oleh PBNU secara khsusus dalam menanggapi kasus ini. Kerumitan yang tidak diketahui oleh banyak lapisan masyarakat. Pilihan NU merupakan pilihan yang memiliki landasan kuat dan sesuai dengan anjuran al-Quran. Ditambah tingkat kerumitan kasus ini yang menimbulkan banyak spekulasi media dalam memberikan konfirmasi atas kasus ini. Sehingga implikasi politik DKI yang memanas dengan mudah menyulutkan lidahnya ke daerah-daerah lain yang sebenarnya tidak penting untuk turut nimbrung.
Dari sikap diam -yang tidak senantiasa bermakna apatis- inilah PBNU ingin mengajak kepada warga Nahdliyyin khususnya dan warga muslim di Indonesia secara keseluruhan agar melimpahkan masalah ini ke badan yang berwajib yang berhak menghakimi sang Gubernur Petahana. Dari sini pula kita diajak untuk menghormati landasan hukum yang berlaku serta mereka putuskan. Sikap diam yang memang diajarkan oleh Al-Quran serta memberikan mau’idzoh kepada tersangka bahwa pekerjaannya telah melukai banyak hati umat muslim.
Sikap PBNU ini juga ingin menfungsikan bahwa NU secara kultur maupun struktur agar menjadi sebuah wadah sumber perdamaian yang dapat menjernihkan konflik yang terlihat semakin keruh dalam perkembangannya. Ketidakberpihakan kepada salah satu panel, membuat NU mampu bersikap netral hingga memungkin untuk menggerus potensi konflik yang bakal terjadi.
Wallahul muwaffiq ilaa aqwamittharieq
Hasanie Mubarok, Ketua PMII Komisariat IAIN Pontianak / Santri PP Al Jihad Pontianak
Editor: Kay Wijaya
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon